Selasa, 05 Juni 2012

TAMBANG EMAS POBOYA


BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kelurahan Poboya merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Palu Timur Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah yang berada di bagian timur dari wilayah kecamatan tersebut. Kelurahan ini terletak sekitar ± 7 km dari pusat kecamatan.
          Kawasan ini merupakan daerah penyangga air untuk Kota Palu dan sekitarnya. Wilayah Poboya sesungguhnya telah menjadi kawasan konsesi milik perusahaan tambang PT. Citra Palu Mineral (anak perusahaan Bakrie Group) namun belum juga dikelola dan kini menjadi areal pertambangan rakyat. Kawasan Poboya bersentuhan dengan empat wilayah yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi.
Sesungguhnya kandungan emas Poboya telah diketahui sejak lama, namun model penambangan tradisional dengan cara mendulang saat itu tidak memberikan pengharapan yang berlebihan bagi para pendulang lokal. Geger emas poboya berawal dari masuknya beberapa penambang yang berasal dari luar kota Palu dengan membawa serta teknologi dan pengetahuan yang mereka gunakan di beberapa lokasi penambangan emas dengan menggunakan Mesin Tromol. Mesin ini memang menjadikan proses penambangan jauh lebih cepat, akibatnya proses penambangan emas Poboya berlangsung dengan sangat massif dan kian tak terkendali.
Jumlah tromol dan tong yang beroperasi diperkirakan warga berjumlah sekitar ratusan unit, belum lagi beberapa tromol yang beraktifitas diluar Poboya misalnya di kelurahan Kawatuna, Lasoani dan Tanahmodindi, bahkan beberapa diantaranya mulai dilakukan disekitar pemukiman warga. Jumlah tromol yang berputar disetiap unit usaha tromol itu bervariasi, mulai dari 10 hingga lebih dari 30 tabung tromol. Aktifitas penambangan yang tidak terkontrol tersebut, telah mengundang kekhawatiran banyak pihak, satu persatu persoalan mulai timbul sebagai akibat dari aktifitas tersebut. Kerusakan dan pencemaran lingkungan merupakan masalah terdepan yang muncul, kerusakan areal hutan dan sungai akibat penggalian, serta penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida.
B.     Tujuan
1.      Mengetahui keadaan lingkungan di tambang emas kelurahan Poboya
2.      Mengetahui proses pengolahan emas dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti merkuri dan sianida.
3.      Mengetahui bahaya merkuri dan sianida bagi kehidupan.

C.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang menjadi sumber pencemar di pertambangan emas Poboya?
2.      Bagaimana proses penggunaan terhadap bahan kimia berbahaya?
3.      Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya?












BAB II
PEMBAHASAN

A.        Proses pemisahan emas dengan menggunakan merkuri (Hg)
Penambangan bijih emas di daerah Poboya, dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah, dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) atau berupa adit dan lubang bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai jalan masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana (seperti pahat, palu, cangkul, dan sekop) dan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.
Hasil penambangan tersebut diolah dengan metoda amalgamasi, yaitu proses pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai tromol. Tromol selain berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran butir bijih dari bijih yang berbutir kasar (1 cm) hingga berbutir halus (80 - 200 mesh) dengan media gerus berupa batangan besi. Tromol tersebut diputar dengan tenaga penggerak tenaga listrik (dinamo). Hasil amalgamasi selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing). Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran untuk memperoleh perpaduan logam emas-perak (bullion). Terjadinya pemborosan sumberdaya karena banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas (tailing) yang tercermin oleh tingkat perolehan (recovery) logam emas yang masih rendah (< 50 %), walaupun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang melebihi 85 % (Sevruykov, et.al, 1960). Terjadinya degradasi lingkungan khususnya di daerah aliran sungai disebabkan oleh proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai sehingga ampas (tailing) terbuang ke dalam tanah.
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya proses pembakaran yang dilakukan pada pertambangan rakyat di Poboya, maka akan dilakukan percobaan amalgamasi dengan indikator tingkat perolehan logam emas dan tingkat kehilangan merkuri (Hg). Percobaan amalgamasi dilakukan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang sama sebagaimana dilakukan oleh “pertambangan rakyat” di daerah Poboya. Sedangkan tujuan percobaan adalah untuk memperoleh pola kecenderungan (trend) pengaruh dari hasil perlakuan amalgamasi  tersebut. Hasil percobaan pembakaran amalgam dalam retort ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perencanaan maupun penerapannya dalam pertambangan emas Poboya.
          Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri ( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri yang dikenal sebagai amalgam ( Au – Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina. Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada 1828, meskipun penggunaan secara luas teknik baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar 1895 eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya.
          Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, namun demikian amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan dalam membentuk emas murni yang bebas ( free native gold ). Tiga bentuk utama dari amalgam adalah AuHg2, Au2Hg dan Au3Hg. Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.
          Masyarakat setempat dan para penambang sering menyebut merkuri dengan sebutan air perak. Merkuri digunakan sebagai bahan kimia pembantu pada proses pengolahan (amalgamasi) yang sesuai dengan sifatnya berfungsi untuk mengikat butiran-butiran emas agar mudah dalam pemisahan dengan partikel-partikel lain dalam tanah. Proses kerja pemisahan emas dari partikel-partikel tanah yang dilaksanakan penambang emas Poboya adalah pemecahan partikel tanah, penggilingan, pemisahan partikel tanah dengan ikatan merkuri dan butiran emas, penyaringan, dan pemanasan.

1.      Sistem Pengolahan dan Penanganan Merkuri
Proses pengolahan bijih emas yang dilakukan di daerah Kawasan Poboya yaitu proses amalgamasi dimana proses penggilingan dan proses pembentukan amalgam dilaksanakan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut tromol. Berdasarkan hasil pengamatan penambang, umumnya merkuri yang dimasukkan ke dalam tromol berkurang pada saat akhir proses, hal ini disebabkan karena pada tahap pengolahan terbawa pada ampas (tailing).
Pada pengolahan dengan tromol, material yang tercecer pada proses penggilingan ditampung dalam bak penampung, selanjutnya material tersebut diolah kembali sampai dalam tong-tong sampai diperkirakan tidak lagi mengandung emas. Setelah material dianggap sudah tidak mengandung emas, tetapi masih mengandung merkuri, oleh para penambang dibuang ke tanah lokasi sekitar.
Pada tahap pencucian yakni pemerasan atau penyaringan dilakukan dengan kain parasut sehingga merkuri terperas jatuh ke tanah dan tidak ditampung. Demikian pula pada tahap penguapan yang dilakukan di pondok-pondok atau di ruang terbuka, sehingga merkuri menguap ke udara terbuka. Penguapan tidak dilakukan di ruangan kedap udara, seperti di dalam incenerator.
Limbah Cair
Limbah Cair
Penggalian batuan
Penghancuran batuan
Penggilingan dengan tromol (Rep + Batu Penggiling + Air
Proses Amalgamasi (Penambahan Hg)
Pemisahan
Limbah Padat
Amalgam, Hg, Air
Penyaringan
Amalgam
Hg
Pencemaran Hg ke Lingkungan
Pembakaran Amalgam
Uap Hg
Bullion
 













Gambar :  Proses Pengolahan Batuan Emas

2.      Pengertian Merkuri
Merkuri diberi simbol HG berasal dari bahasa Yunani yang berarti cairan perak. Merkuri merupakan unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap.
Beberapa sifat fisik dan kimia yang menarik dari logam tersebut adalah pada temperatur kamar 25° celcius berwujud cair, titik bekunya relatif rendah -39°C dan titik didih sekitar 357°C, mudah menguap, mudah bercampur dengan logam-logam lain membentuk logam campuran atau dalam dunia kimia biasa disebut amalgam/alooy.
3.     Efek  Merkuri Bagi Kesehatan
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Metilmerkuri dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-bentuk merkuri yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih banyak mencapai otak. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam, garam, maupunmetilmerkuri dapat merusak secara permanen otak, ginjal, maupun janin.
Pengaruhnya pada fungsi otak dapat mengakibatkan tremor, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan pengurangan daya ingat. Pemaparan dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah atau denyut jantung, kerusakan kulit, dan iritasi mata. Badan lingkungan di Amerika (EPA) menentukan bahwa merkuri klorida dan metilmerkuri adalah bahan karsiogenik.
          Anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa terhadap merkuri. Merkuri di ibu yang mengandung dapat mengalir ke janin yang sedang dikandungnya dan terakumulasi di sana. Juga dapat mengalir ke anak lewat susu ibu. Akibatnya, pada anak dapat berupa kerusakan otak, retardasi mental, buta, dan bisu. Bahkan, masalah pada pencernaan dan ginjal juga dapat terjadi.
            Oleh karena itu, merkuri harus ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak dan wanita yang sedang hamil. Standard yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap 1 juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1 mg (miligram) metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari).
4.     Fakta Mengenai Bahaya Merkuri
Kasus tosisitas metil merkuri yang tidak pernah terlupakan oleh kita adalah “Minamata Disease” di Jepang. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penduduk sekitar kawasan tersebut mengkonsumsi secara rutin ikan yang berasal dari laut disekitar Teluk Minamata dan ternyata bahwa ikan telah tercemar logam merkuri yang berasal dari limbah industri plastik. Gejala keanehan mental, dan cacat saraf mulai nampak terutama pada anak-anak. Namun, gejala tersebut baru diketahui 25 tahun kemudian sejak gejala penyakit tersebut ditemukan.
Kasus yang serupa juga terjadi di Indonesia, di mana sejak tahun 1996 Perairan Teluk Buyat di Propinsi Sulawesi Utara telah dijadikan tempat perbuatan tailing oleh PT Newmont Minahasa Raya akibatnya masyara yang mengkonsumsi ikan sekitar di teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit kulit. Kegiatan penambangan seperti halnya PT NMR merupakan pengambilan logam dari sumbernya termasuk logam berat dalam pengambilan emas. Bijih primer yang terbungkus oleh mineral sufida yang kaya akan logam-logam diekstraksi untuk memperoleh emas, kemudian sulfida tersebut di buang ke alam.
Kasus serupa juga kini mengancam Kota Palu, di mana hasil pengujian laboratorium Dinas Kesehatan Kota Palu menyimpulkan, air sumur dan limbah yang berada disekitar tambang yang berada di Jalan Maleo positif mengandung mercury atau zat yang dapat mematikan. Hal ini diungkapkan Kabid pengendalian masalah kesehatan Dinkes Kota Palu. Sample air di Jalan Maleo yang diuji di Laboratorium Makasar tahun 2009 lalu, positif terkontaminasi dengan merkuri. Jika hasil lab menunjukkan 0,01 masih bisa dikatakan normal, namun saat ini hasilnya telah mencapai 0,005, berarti positif mengandung merkuri. Untuk jangka pendek reaksi merkuri memang belum terasa. Namun untuk jangka panjang, 80 persen zat ini terakumulasi tersimpan dalam badan makhluk hidup.
Berdasarkan fenomena yang ada maka kami mengetahui bahwa kegiatan penambangan bijih emas oleh masyarakat di areal penambangan emas Poboya dilakukan dengan cara amalgamasi. Cara tersebut merupakan cara konvesional untuk mengekstraksi bijih emas dengan menggunakan logam merkuri. Dengan cara ini ion Hg2+ dalam bentuk larutan dinteraksikan dengan batuan bijih emas (Au) sehingga terbentuk suatu amalgam (campuran emas terlarut dalam merkuri). Emas terlarut dalam amalgam segera terokidasi dengan cepat oleh oksigen di udara membentuk Au2O3.
Perlu diketahui bahwa Au3+, pada dasarnya berada dalam bentuk Au2O3 dimana Au2O3 tersebut sangat mudah terdekompsisi menjadi Au dan O2 pada suhu sekitar 150 C. Jika pemanasan yang lazim dilakukan penambang emas konvesional pada prinsipnya mendekomposisi Au2O3 menjadi Au (emas) dan oksigen (O2) dan sekaligus menguapkan merkuri yang masih bercampur dengan emas. Uap merkuri tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas.
Berdasarkan uraian di atas maka patut semua pihak baik masyarakat maupun penentu kebijakan untuk menyikapi hal tersebut secara arif dan bijaksana sehingga kasus Minamata dan Buyat tidak terjadi di daerah kota Palu yang kita cintai ini. 
B.       Proses pemisahan emas dengan menggunakan sianida (CN)
          Pemurnian emas dilakukan dengan cara sianidasi langsung, sianidasi dengan karbon. Proses pemurnian ini didasarkan pada proses yang terdiri dari biji dengan suatu larutan natrium sianida atau suatu ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor, presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan kadang-kadang dengan logam lain.
          Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah:
2Au + 4CN- + ½O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksidan telah dideteksi dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2
Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN‑ + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Hanya univalen emas yang diperoleh dalam larutan sianida, sehingga pemisahan oksigen pada tekanan atmosfer tidak dapat mengoksidasinya. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu larutan sianida.
          Setelah emas dipisahkan dari larutan sianida dan dari residunya, langkah selanjutnya adalah memurnikan emas sambil menyimpan larutan untuk dipakai kembali. Presipitan yang digunakan adalah zink, yang menggantikan emas dalam larutan sianida melalui suatu reaksi:
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zink dan meregenasi sianida secara langsung.
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN- + Al(OH)3
          Emas biasanya juga dimurnikan dari larutan sianida melalui elektrolisis. Proses ini melibatkan penggunaan ;arutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel di mana besi merupakan suatu anoda dan aluminium pada katoda. Reaksi sel yang terjadi adalah
2[Au(CN)2]- + 2OH- → 2Au + 4CN- + H2O + ½O2
          Pada proses sianidasi, logam zink akan mengendapkan emas dari larutan sianida. Dalam sianidasi dengan karbon, bijih emas dilumat menjadi bubur dan emasnya dilarutkan dalam larutan sianida. Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi ion-ion kompleks emas. Karbon ini dipisahkan dari bubur emas dengan suatu teknik penapisan. Akhirnya emas dilepaskan dari karbon dengan memasukkan karbon dalam larutan sianida kaustik panas. Emas dipisahkan dari larutan berdasarkan reaksi:
4Au + 8CN- + H2O + O2 → 4[Au(CN)2]+ 4OH-
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
          Emas diperoleh dari beberapa proses di atas masih dikotori oleh logam zink. Emas murni diperoleh dengan cara elektrolisis atau pelarutan pengotor dalam H2SO4 atau HNO3.
C.        Dampak Yang Ditimbulkan Dari Penggunaan Merkuri dan Sianida
          Elemen merkuri (Hg) berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (senyawa anorganik) dapat mengikat karbon, membentuk senyawa organomerkuri. Metil Merkuri (MeHg) merupakan bentuk penting yang menimbulkan keracunan pada manusia.
          Sebagian senyawa merkuri yang dilepas ke lingkungan akan diubah menjadi metilmerkuri (MeHg) oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. MeHg dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan. Kadar merkuri dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar air disekitarnya, jika ikan tersebut berada di lingkungan pabrik yang menggunakan logam merkuri.
1.        MeHg dapat menembus plasenta.
2.        Sistem saraf sensitif terhadap keracunan Hg.
3.        MeHg pada ASI, maka bayi yang menyusu dapat terkena racun.
          Merkuri termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak, 90 % ditemukan dalam darah merah. Efek toksisitas merkuri terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana merkuri terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor (gerakan fluktuatif gemetar pada tubuh) dan kehilangan daya ingat. MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena racun MeHg dapat menderita kerusakan otak dengan akibat :
1.    Retardasi mental, yaitu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
2.    Tuli.
3.    Buta.
4.    Mikrocephali (campak).
5.    Cerebral palsy.
6.    Gangguan menelan makanan.
          Efek terhadap sistem pernapasan dan pencernaan makanan dapat menyebabkan terjadinya keracunan yang parah. Keracunan merkuri dari lingkungan dapat mengakibatkan kerusakan berat pada jaringan paru-paru, sedangkan keracunan makanan yang mengandung merkuri dapat menyebabkan kerusakan liver.
Tepatnya setahun yang lalu, air PDAM sebagai sumber air bersih masyarakat kota Palu di kawasan penambangan emas Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, diduga tercemar sianida dan zat kimia berbahaya lain. Pencemaran air tersebut telah jauh dari ambang batas yang diperbolehkan, yakni 0,001 part per million (ppm) untuk air minum. Pencemaran itu diduga dari penggunaan sianida dan merkuri di areal pertambangan emas yang kian merajalela. Pemerintah Kota Palu didesak melakukan penertiban dan moratorium untuk menyusun tata kelola pertambangan yang ramah lingkungan.
          Ternyata Selama ini limbah pengolahan emas dibuang di lembah terbuka yang dipenuhi tanaman kaktus.Data Pemerintah Kota Palu dan Kepolisian Daerah Sulteng menunjukkan, saat ini terdapat lebih dari 11.000 tromol dan sekitar 400 tong di Poboya dan sekitarnya.Tromol dan tong adalah peralatan untuk memisahkan butiran emas dari pasir, tanah, dan bebatuan. Dalam operasionalnya, tromol menggunakan merkuri. Adapun tong menggunakan sianida







BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian tentang studi potensi pencemaran lingkungan dan penggunaan bahan kimia berbahaya dari kegiatan pertambangan emas rakyat di Kawasan Poboya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi besarnya konsentrasi logam merkuri yang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan logam merkuri berasal dari aktivitas penambangan baik penambangan secara tradisional dengan menggunakan piringan besar yang dilakukan sejak tahun 2007 maupun yang menggunakan tromol yang sudah berlangsung sejak Agustus 2009 hingga sekarang.
Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Kegiatan pembakaran amalgam dalam pemisahan emas telah menyebabkan penyebaran merkuri sehingga kegiatan pertambangan rakyat menggunakan proses amalgamasi sangat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat kota Palu pada umumnya, khususnya masyarakat sekitar kegiatan tromol.

B.     Saran
Penelitian yang telah dilakukan sudah berlangsung dengan baik, namun lebih baik lagi jika penelitian yang dilakukan langsung ke tempat pusat pertambangan dan melihat langsung emas yang diperoleh dari pemurnian yang dilakukan dengan menggunakan merkuri dan sianida.

3 komentar: