BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelurahan Poboya
merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Palu Timur Kota Palu
Propinsi Sulawesi Tengah yang berada di bagian timur dari wilayah kecamatan
tersebut. Kelurahan ini terletak sekitar ±
7 km dari pusat kecamatan.
Kawasan
ini merupakan daerah penyangga air untuk Kota Palu dan sekitarnya. Wilayah
Poboya sesungguhnya telah menjadi kawasan konsesi milik perusahaan tambang PT.
Citra Palu Mineral (anak perusahaan Bakrie Group) namun belum juga dikelola dan
kini menjadi areal pertambangan rakyat. Kawasan Poboya bersentuhan dengan empat
wilayah yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong dan
Kabupaten Sigi.
Sesungguhnya
kandungan emas Poboya telah diketahui sejak lama, namun model penambangan
tradisional dengan cara mendulang saat itu tidak memberikan pengharapan yang
berlebihan bagi para pendulang lokal. Geger emas poboya berawal dari masuknya
beberapa penambang yang berasal dari luar kota Palu dengan membawa serta
teknologi dan pengetahuan yang mereka gunakan di beberapa lokasi penambangan
emas dengan menggunakan Mesin Tromol. Mesin ini memang menjadikan proses
penambangan jauh lebih cepat, akibatnya proses penambangan emas Poboya
berlangsung dengan sangat massif dan kian tak terkendali.
Jumlah
tromol dan tong yang beroperasi diperkirakan warga berjumlah sekitar ratusan
unit, belum lagi beberapa tromol yang beraktifitas diluar Poboya misalnya di
kelurahan Kawatuna, Lasoani dan Tanahmodindi, bahkan beberapa diantaranya mulai
dilakukan disekitar pemukiman warga. Jumlah tromol yang berputar disetiap unit
usaha tromol itu bervariasi, mulai dari 10 hingga lebih dari 30 tabung tromol.
Aktifitas penambangan yang tidak terkontrol tersebut, telah mengundang
kekhawatiran banyak pihak, satu persatu persoalan mulai timbul sebagai akibat
dari aktifitas tersebut. Kerusakan dan pencemaran lingkungan merupakan masalah
terdepan yang muncul, kerusakan areal hutan dan sungai akibat penggalian, serta
penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida.
B. Tujuan
1. Mengetahui keadaan lingkungan di tambang emas
kelurahan Poboya
2. Mengetahui
proses pengolahan emas dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti merkuri dan
sianida.
3. Mengetahui bahaya merkuri dan sianida bagi
kehidupan.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi sumber pencemar di pertambangan
emas Poboya?
2. Bagaimana proses penggunaan terhadap bahan kimia
berbahaya?
3. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan
bahan-bahan kimia berbahaya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses pemisahan
emas dengan menggunakan merkuri (Hg)
Penambangan
bijih emas di daerah Poboya, dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah,
dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) atau berupa
adit dan lubang bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai jalan masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana (seperti pahat, palu, cangkul, dan
sekop) dan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas
baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.
Hasil
penambangan tersebut diolah dengan metoda amalgamasi, yaitu proses pengikatan
logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung
yang disebut sebagai tromol. Tromol selain berfungsi sebagai tempat proses
amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran butir bijih dari bijih yang
berbutir kasar (1 cm) hingga berbutir halus (80 - 200 mesh) dengan media gerus
berupa batangan besi. Tromol tersebut diputar dengan tenaga penggerak tenaga
listrik (dinamo). Hasil amalgamasi selanjutnya dilakukan pencucian dan
pendulangan untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg)
dari ampas (tailing). Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran untuk
memperoleh perpaduan logam emas-perak (bullion). Terjadinya pemborosan
sumberdaya karena banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas
(tailing) yang tercermin oleh tingkat perolehan (recovery) logam emas yang
masih rendah (< 50 %), walaupun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam
amalgamasi jarang melebihi 85 % (Sevruykov,
et.al, 1960). Terjadinya degradasi lingkungan khususnya di daerah aliran sungai
disebabkan oleh proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai
sehingga ampas (tailing) terbuang ke dalam tanah.
Untuk
mengetahui kondisi sebenarnya proses pembakaran yang dilakukan pada
pertambangan rakyat di Poboya, maka akan dilakukan percobaan amalgamasi dengan
indikator tingkat perolehan logam emas dan tingkat kehilangan merkuri (Hg).
Percobaan amalgamasi dilakukan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang sama
sebagaimana dilakukan oleh “pertambangan rakyat” di daerah Poboya. Sedangkan
tujuan percobaan adalah untuk memperoleh pola kecenderungan (trend) pengaruh dari hasil perlakuan
amalgamasi tersebut. Hasil percobaan pembakaran
amalgam dalam retort ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
perencanaan maupun penerapannya dalam pertambangan emas Poboya.
Amalgamasi
merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri
( Hg ). Produk
yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri yang dikenal sebagai
amalgam ( Au – Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali
besi dan platina. Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada
1828, meskipun penggunaan secara luas teknik baru ini dicegah karena sifat air
raksa yang beracun. Sekitar 1895 eksperimen yang dilakukan oleh GV Black
menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan
masih diperdebatkannya.
Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, namun demikian amalgamasi
akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran
partikel yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan dalam membentuk emas
murni yang bebas ( free native gold ). Tiga bentuk utama dari amalgam adalah
AuHg2, Au2Hg dan Au3Hg. Proses
amalgamasi merupakan
proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai menjadi
elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan
pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh
kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap
tertinggal di dalam retort sebagai logam.
Masyarakat setempat dan para penambang
sering menyebut merkuri dengan sebutan air perak. Merkuri digunakan sebagai
bahan kimia pembantu pada proses pengolahan (amalgamasi) yang sesuai dengan
sifatnya berfungsi untuk mengikat butiran-butiran emas agar mudah dalam
pemisahan dengan partikel-partikel lain dalam tanah. Proses kerja pemisahan emas
dari partikel-partikel tanah yang dilaksanakan penambang emas Poboya adalah
pemecahan partikel tanah, penggilingan, pemisahan partikel tanah dengan ikatan
merkuri dan butiran emas, penyaringan, dan pemanasan.
1. Sistem Pengolahan dan Penanganan Merkuri
Proses
pengolahan bijih emas yang dilakukan di daerah Kawasan Poboya yaitu proses
amalgamasi dimana proses penggilingan dan proses pembentukan amalgam
dilaksanakan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut tromol.
Berdasarkan hasil pengamatan penambang, umumnya merkuri yang dimasukkan ke
dalam tromol berkurang pada saat akhir proses, hal ini disebabkan karena pada
tahap pengolahan terbawa pada ampas (tailing).
Pada
pengolahan dengan tromol, material yang tercecer pada proses penggilingan
ditampung dalam bak penampung, selanjutnya material tersebut diolah kembali
sampai dalam tong-tong sampai diperkirakan tidak lagi mengandung emas. Setelah
material dianggap sudah tidak mengandung emas, tetapi masih mengandung merkuri,
oleh para penambang dibuang ke tanah lokasi sekitar.
Pada tahap
pencucian yakni pemerasan atau penyaringan dilakukan dengan kain parasut
sehingga merkuri terperas jatuh ke tanah dan tidak ditampung. Demikian pula
pada tahap penguapan yang dilakukan di pondok-pondok atau di ruang terbuka,
sehingga merkuri menguap ke udara terbuka. Penguapan tidak dilakukan di ruangan
kedap udara, seperti di dalam incenerator.
Penggilingan
dengan tromol (Rep + Batu Penggiling + Air
|
Proses
Amalgamasi (Penambahan Hg)
|
Pencemaran Hg ke
Lingkungan
|
Gambar : Proses Pengolahan
Batuan Emas
2. Pengertian Merkuri
Merkuri diberi simbol HG berasal dari bahasa Yunani
yang berarti cairan perak. Merkuri merupakan unsur kimia pada tabel periodik
dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna
keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium,
dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap.
Beberapa sifat fisik dan kimia yang menarik dari
logam tersebut adalah pada temperatur kamar 25° celcius berwujud cair, titik
bekunya relatif rendah -39°C dan titik didih sekitar 357°C, mudah menguap,
mudah bercampur dengan logam-logam lain membentuk logam campuran atau dalam
dunia kimia biasa disebut amalgam/alooy.
3. Efek Merkuri Bagi Kesehatan
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan
dengan sistem syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri.
Metilmerkuri dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-bentuk merkuri
yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih banyak
mencapai otak. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam,
garam, maupunmetilmerkuri dapat merusak secara permanen otak, ginjal, maupun janin.
Pengaruhnya pada fungsi otak dapat mengakibatkan
tremor, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan pengurangan daya ingat.
Pemaparan dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah
atau denyut jantung, kerusakan kulit, dan iritasi mata. Badan lingkungan di
Amerika (EPA) menentukan bahwa merkuri klorida dan metilmerkuri adalah bahan
karsiogenik.
Anak-anak
lebih rentan daripada orang dewasa terhadap merkuri. Merkuri di ibu yang
mengandung dapat mengalir ke janin yang sedang dikandungnya dan terakumulasi di
sana. Juga dapat mengalir ke anak lewat susu ibu. Akibatnya, pada anak dapat
berupa kerusakan otak, retardasi mental, buta, dan bisu. Bahkan, masalah pada
pencernaan dan ginjal juga dapat terjadi.
Oleh karena itu, merkuri harus
ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak dan wanita yang sedang
hamil. Standard yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah
sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air
atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap 1 juta
gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1 mg (miligram)
metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk orang-orang yang
bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari).
4.
Fakta Mengenai
Bahaya Merkuri
Kasus tosisitas metil merkuri yang tidak pernah
terlupakan oleh kita adalah “Minamata Disease” di Jepang. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan bahwa penduduk sekitar kawasan tersebut mengkonsumsi
secara rutin ikan yang berasal dari laut disekitar Teluk Minamata dan ternyata
bahwa ikan telah tercemar logam merkuri yang berasal dari limbah industri
plastik. Gejala keanehan mental, dan cacat saraf mulai nampak terutama pada
anak-anak. Namun, gejala tersebut baru diketahui 25 tahun kemudian sejak gejala
penyakit tersebut ditemukan.
Kasus yang serupa juga terjadi di Indonesia, di mana
sejak tahun 1996 Perairan Teluk Buyat di Propinsi Sulawesi Utara telah
dijadikan tempat perbuatan tailing oleh PT Newmont Minahasa Raya akibatnya
masyara yang mengkonsumsi ikan sekitar di teluk Buyat mengalami gangguan
kesehatan terutama penyakit kulit. Kegiatan penambangan seperti halnya PT NMR
merupakan pengambilan logam dari sumbernya termasuk logam berat dalam
pengambilan emas. Bijih primer yang terbungkus oleh mineral sufida yang kaya
akan logam-logam diekstraksi untuk memperoleh emas, kemudian sulfida tersebut
di buang ke alam.
Kasus serupa juga kini mengancam Kota Palu, di mana
hasil pengujian laboratorium Dinas Kesehatan Kota Palu menyimpulkan, air sumur
dan limbah yang berada disekitar tambang yang berada di Jalan Maleo positif
mengandung mercury atau zat yang dapat mematikan. Hal ini diungkapkan Kabid
pengendalian masalah kesehatan Dinkes Kota Palu. Sample air di Jalan Maleo yang
diuji di Laboratorium Makasar tahun 2009 lalu, positif terkontaminasi dengan
merkuri. Jika hasil lab menunjukkan 0,01 masih bisa dikatakan normal, namun
saat ini hasilnya telah mencapai 0,005, berarti positif mengandung merkuri.
Untuk jangka pendek reaksi merkuri memang belum terasa. Namun untuk jangka
panjang, 80 persen zat ini terakumulasi tersimpan dalam badan makhluk hidup.
Berdasarkan fenomena yang ada maka kami mengetahui
bahwa kegiatan penambangan bijih emas oleh masyarakat di areal penambangan emas
Poboya dilakukan dengan cara amalgamasi. Cara tersebut merupakan cara
konvesional untuk mengekstraksi bijih emas dengan menggunakan logam merkuri.
Dengan cara ini ion Hg2+ dalam bentuk larutan dinteraksikan dengan
batuan bijih emas (Au) sehingga terbentuk suatu amalgam (campuran emas terlarut
dalam merkuri). Emas terlarut dalam amalgam segera terokidasi dengan cepat oleh
oksigen di udara membentuk Au2O3.
Perlu diketahui bahwa Au3+, pada dasarnya
berada dalam bentuk Au2O3 dimana Au2O3
tersebut sangat mudah terdekompsisi menjadi Au dan O2 pada suhu
sekitar 150 C. Jika pemanasan yang lazim dilakukan penambang emas konvesional
pada prinsipnya mendekomposisi Au2O3 menjadi Au (emas)
dan oksigen (O2) dan sekaligus menguapkan merkuri yang masih
bercampur dengan emas. Uap merkuri tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan
sebagaimana yang telah diungkapkan di atas.
Berdasarkan uraian di atas maka patut semua pihak
baik masyarakat maupun penentu kebijakan untuk menyikapi hal tersebut secara
arif dan bijaksana sehingga kasus Minamata dan Buyat tidak terjadi di daerah
kota Palu yang kita cintai ini.
B. Proses pemisahan
emas dengan menggunakan sianida (CN)
Pemurnian emas dilakukan dengan cara
sianidasi langsung, sianidasi dengan karbon. Proses pemurnian ini didasarkan
pada proses yang terdiri dari biji dengan suatu larutan natrium sianida atau
suatu ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor,
presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan
kadang-kadang dengan logam lain.
Persamaan reaksi yang umum digunakan
untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah:
2Au
+ 4CN- + ½O2 + H2O → 2[Au(CN)2]-
+ 2OH-
Mekanisme
reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksidan telah dideteksi
dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi
ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang
reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au
+ 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- +
2OH- + H2O2
Lalu
hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN‑ + H2O2 → 2[Au(CN)2]- +
2OH-
Hanya
univalen emas yang diperoleh dalam larutan sianida, sehingga pemisahan oksigen
pada tekanan atmosfer tidak dapat mengoksidasinya. Oksigen dari udara adalah
agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu larutan sianida.
Setelah emas dipisahkan dari larutan
sianida dan dari residunya, langkah selanjutnya adalah memurnikan emas sambil
menyimpan larutan untuk dipakai kembali. Presipitan yang digunakan adalah zink,
yang menggantikan emas dalam larutan sianida melalui suatu reaksi:
2[Au(CN)2]-
+ Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan
lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zink dan
meregenasi sianida secara langsung.
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN-
+ Al(OH)3
Emas biasanya juga dimurnikan dari
larutan sianida melalui elektrolisis. Proses ini melibatkan penggunaan ;arutan
alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel di mana besi merupakan suatu
anoda dan aluminium pada katoda. Reaksi sel yang terjadi adalah
2[Au(CN)2]-
+ 2OH- → 2Au + 4CN- + H2O + ½O2
Pada proses sianidasi, logam zink akan
mengendapkan emas dari larutan sianida. Dalam sianidasi dengan karbon, bijih
emas dilumat menjadi bubur dan emasnya dilarutkan dalam larutan sianida.
Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi ion-ion kompleks emas.
Karbon ini dipisahkan dari bubur emas dengan suatu teknik penapisan. Akhirnya
emas dilepaskan dari karbon dengan memasukkan karbon dalam larutan sianida
kaustik panas. Emas dipisahkan dari larutan berdasarkan reaksi:
4Au
+ 8CN- + H2O + O2 → 4[Au(CN)2]‑
+ 4OH-
2[Au(CN)2]-
+ Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Emas diperoleh dari beberapa proses di
atas masih dikotori oleh logam zink. Emas murni diperoleh dengan cara
elektrolisis atau pelarutan pengotor dalam H2SO4 atau HNO3.
C.
Dampak Yang
Ditimbulkan Dari Penggunaan Merkuri dan Sianida
Elemen merkuri (Hg) berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu
kamar dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (senyawa
anorganik) dapat mengikat karbon, membentuk senyawa organomerkuri. Metil
Merkuri (MeHg) merupakan bentuk penting yang menimbulkan keracunan pada
manusia.
Sebagian senyawa merkuri yang dilepas ke lingkungan akan diubah
menjadi metilmerkuri (MeHg) oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. MeHg
dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan.
Kadar merkuri dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar
air disekitarnya, jika ikan tersebut berada di lingkungan pabrik yang
menggunakan logam merkuri.
1.
MeHg dapat menembus plasenta.
2.
Sistem saraf sensitif terhadap keracunan
Hg.
3.
MeHg pada ASI, maka bayi yang menyusu
dapat terkena racun.
Merkuri termasuk bahan teratogenik.
MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama di darah dan otak. MeHg
terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak, 90 % ditemukan dalam darah merah.
Efek toksisitas merkuri terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal,
dimana merkuri terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal
antara lain tremor
(gerakan fluktuatif gemetar pada tubuh) dan kehilangan daya ingat. MeHg
mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg
dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan
signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena racun MeHg dapat
menderita kerusakan otak dengan akibat :
1. Retardasi mental,
yaitu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
6. Gangguan
menelan makanan.
Efek terhadap sistem pernapasan dan
pencernaan makanan dapat menyebabkan terjadinya keracunan yang parah. Keracunan
merkuri dari lingkungan dapat mengakibatkan kerusakan berat pada jaringan paru-paru, sedangkan keracunan makanan yang
mengandung merkuri dapat menyebabkan kerusakan liver.
Tepatnya setahun yang
lalu, air PDAM sebagai sumber air bersih masyarakat kota Palu di kawasan
penambangan emas Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, diduga tercemar sianida
dan zat kimia berbahaya lain. Pencemaran air tersebut telah jauh dari ambang
batas yang diperbolehkan, yakni 0,001 part per million (ppm) untuk air minum.
Pencemaran itu diduga dari penggunaan sianida dan merkuri di areal pertambangan
emas yang kian merajalela. Pemerintah Kota Palu didesak melakukan penertiban dan
moratorium untuk menyusun tata kelola pertambangan yang ramah lingkungan.
Ternyata Selama ini limbah pengolahan
emas dibuang di lembah terbuka yang dipenuhi tanaman kaktus.Data Pemerintah
Kota Palu dan Kepolisian Daerah Sulteng menunjukkan, saat ini terdapat lebih
dari 11.000 tromol dan sekitar 400 tong di Poboya dan sekitarnya.Tromol dan
tong adalah peralatan untuk memisahkan butiran emas dari pasir, tanah, dan
bebatuan. Dalam operasionalnya, tromol menggunakan merkuri. Adapun tong
menggunakan sianida
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Telah dilakukan
penelitian tentang studi potensi pencemaran lingkungan dan penggunaan bahan kimia berbahaya dari kegiatan
pertambangan emas rakyat di Kawasan Poboya dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi besarnya konsentrasi logam merkuri yang.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan logam merkuri berasal dari aktivitas
penambangan baik penambangan secara tradisional dengan menggunakan piringan
besar yang dilakukan sejak tahun 2007 maupun yang menggunakan tromol yang sudah
berlangsung sejak Agustus 2009 hingga sekarang.
Mengingat sifat merkuri yang berbahaya,
maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan
sedini mungkin secara terarah. Selain itu untuk menekan jumlah limbah merkuri,
maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah
limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Kegiatan pembakaran amalgam dalam pemisahan emas
telah menyebabkan penyebaran merkuri sehingga kegiatan pertambangan rakyat
menggunakan proses amalgamasi sangat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat kota Palu pada umumnya, khususnya
masyarakat sekitar kegiatan tromol.
B. Saran
Penelitian yang telah dilakukan sudah berlangsung
dengan baik, namun lebih baik lagi jika penelitian yang dilakukan langsung ke
tempat pusat pertambangan dan melihat langsung emas yang diperoleh dari
pemurnian yang dilakukan dengan menggunakan merkuri dan sianida.